Senin, 24 Maret 2014


Zaman Logam

*Kebudayaan manusia purba pada zaman logam sudah jauh lebih tinggi dan maju jika dibandingkan dengan zaman batu.
Pada zaman logam ini penduduk Indonesia telah mampu mengolah dan melebur logam. Kepandaian ini diperoleh setelah mereka menerima pengaruh dari kebudayaan Dongsong (Vietnam) yaitu kebudayaan Perunggu di Asia Tenggara yang menyebar ke Indonesia sekitar tahun 500 SM.
*Hasil-hasil kebudayaan
Pada zaman logam manusia sudah mampu melebur dan mengolah logam menjadi alat-alat untuk keperluan sehari-hari atau alat upacara. Hasil-hasil kebudayaan dari zaman logam diantaranya sebagai berikut :
1.Kapak Corong
2.    Nekara
3.    Bejana Perunggu
4.    Arca-arca
5.    Benda-benda perunggu lain
6.    Benda-benda besi
7.    Gerabah

*  Pada Teknologi
Benda-benda perunggu yang ditemukan dari zaman logam dibuat dengan menggunakan 2 teknik, yaitu :
1.    Teknik Bivalve (Setangkap)
2.    Teknik a cire perdue (cetakan lilin)

*   Manusia pendukung
Pendukung utama kebudayaan perunggu di Indonesia adalah pendatang baru dari Asia Tenggara Daratan. Mereka adalah penduduk Deutro Melayu (Melayu Muda) dengan membawa kebudayaan Dongsong (Vietnam) yaitu kebudayaan perunggu Asia Tenggara.

*  Kehidupan sosial budaya
Pada zaman logam manusia di Indonesia hidup di desa-desa di daerah pegunungan, dataran rendah dan tepi pantai. Mereka hidup dalam perkampungan-perkampungan yang makin teratur dan terpimpin. Bukti-bukti sisa tempat kediaman mereka ditemukan di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Bali, Sumbawa, Sumba dan di beberapa pulau di Nusa Tenggara Timur dan Maluku.

*  Pelayaran
Pengetahuan manusia pada zaman logam dalam berbagai bidang meningkat pesat. Ilmu tentang perbintangan (astronomi) dan iklim telah dikuasai untuk mengatur kegiatan pertanian dan pelayaran. Hornell menyimpulkan bahwa perahu bercadik atau perahu bersayap adalah perahu khusus dari Indonesia.

Zaman Logam dibedakan menjadi 3 yaitu:
a. Zaman tembaga                           b. Zaman perunggu                         c. Zaman besi
a.       Zaman Tembaga
·         Pada zaman tembaga manusia purba sudah memanfaatkan logam tembaga yang dapat digunakan untuk alat – alat rumah tangga.
·         Tetapi proses pembentukannya masih sangat sederhana.
b.      Zaman Perunggu
·         Pada zaman perunggu manusia purba sudah mampu membuat peralatan dari perunggu yang terbuat dari hasil campuran antara tembaga dan timah.
·         Peralatan ini mempunyai sifat yang lebih keras daripada tembaga dan bentuknya sudah lebih halus.
c.       Zaman Besi
·         Pada zaman besi manusia purba sudah mampu melebur bijih besi yang dibentuk sedemikian rupa meskipun masih kasar.
·         Bijih besi dilebur dan dibentuk untuk memenuhi berbagai kebutuhan seperti peralatan rumah tangga, berburu, dan bertani.


Ø  Tambahan: Pembagian Zaman Menurut Corak Kehidupan
ü  Masa Berburu
§  Kehidupan manusia purba pada masa berburu selalu berpindah – pindah ataunomaden.
§  Karena selalu mencari binatang buruan dan bahan makanan yang disediakan oleh alam berupa binatang, Hal ini disebut dengan “food gathering”.
ü  Masa Meramu
§  Kehidupan manusia purba pada masa meramu hampir sama dengan masa berburu yaitu selalu berpindah – pindah atau nomaden.
§  Berbeda dengan masa berburu, pada masa meramu manusia purba mencari bahan makanan berupa tumbuh – tumbuhan, hal ini disebut sebagai  food gathering”.
ü  Masa Bercocok Tanam
§  Kehidupan manusia terus berkembang lebih maju, yang kemudian mengenal bercocok tanam.
§  Meskipun demikian kehidupan berburu dan meramu belum sepenuhnya ditinggalkan.

Rabu, 29 Januari 2014

TEMPAT-TEMPAT UNIK DI DESA SOBANGAN



Sebelum abad ke-14 desa Sobangan bernama Padang Jerak,dengan seiring berjalannya waktu,nama Padang Jerak di ganti dengan nama Sobangan oleh Sira Arya Sentong yang datang dari Puri Ida Dalem Gelgel.Kedatangan Sira Arya Sentong tidak memiliki tujuan yang pasti karena Sira Arya Sentong meninggalkan Puri disebabkan oleh para patih-patih yang lain menfitnah Sira Arya Sentong.Karena hal itulah beliau meninggalkan Puri dan berkelana.Dalam perjalanannya Sira Arya Sentong mencari tempat suci untuk melakukan semedi dan meminta petunjuk Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Pada abad ke-14 beliau tiba di Alas Baha dan di sana beliau bersemadi,yang akhirnya beliau mendapat anugerah di Pacung Ampel Gading dan di tempat itulah lalu di bangun Pura yang bernama Pura Pengaruman/Alas Arum.Kemudian beliau melanjutkan perjalanan menuju utara melintasi beberapa desa dan menemukan tanah yang luas dan subur tempat tersbut bernama Padang Jerak. Seiring berjalannya waktu,kemudian Sira Arya Sentong mempunyai dua putera yang bernama I Gusti ngurah Ayunan dan I Gusti ngurah Tama. I Gusti ngurah Ayunan menjadi raja di wilayah Perean dan berganti nama I Gusti Pacung Sakti nama tersebut pemberian leluhurnya yaitu pemberian dari Sira Arya Sentong ayahnya sendiri.

Desa padang jerak merupakan desa yang penduduknya campuran,penduduk yang tinggal di desa Padang Jerak terutama berasal dari D.T Gantung,pasek Pangkung Prabu Tabanan,Dewanegari dan pengikut Gusti Pacung Sakti. Nama Padang Jerak terebut diganti dengan nama Sobangan yang diambik dari istilah bahasa Bali yaitu 'engsub-engsuban' yang berarti desa berpenduduk dari berbagai daerah.Terbukti benah kata tersebut karena sampai saat ini masih banya ada penduduk dari daerah lain yang berpindah tinggal di Desa Sobangan yang dulunya adalah Desa Padang Jerak.

Desa Sobangan secara administratif merupakan wilayah Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung.Desa Sobangan terletak di Utara Badung dengan ketinggian antara 2500-3000 meter di atas permukaan laut dengan batas wilayah secara administratif sebagai berikut:
a)sebelah utara            : desa sembung.
b)sebelah selatan         : desa Baha.
c)sebelah barat            : desa Werdi Buana.
d)sebelah timur           : desa Ayunan.

Di desa Sobangan terdapat hal-hal dan tempat-tempat unik diantaranya sebagai berikut :

1. PURA DALEM PURI PUSER JAGAT SOBANGAN
 
Pura yang berlokasi di Banjar Selat, Desa Sobangan, Mengwi, Badung ini, sebenarnya sudah berdiri sejak sangat lama sekali, bahkan disebut berdiri semenjak manusia masih mampu melihat dewa. Tapi baru ditemukan kembali semenjak keluarga Mangku Made Sekep sakit-sakitan. Di satu sisi terdapat berbagai kejaiban dan keunikan yang meyakini pura ini betul-betul mempunyai taksu yang sangat tinggi.
Menengok sejarah Pura Dhalem Puri Puser jagat, sebaiknya tengok dulu sejarah perjalanan Ritual I Gusti Agung Putu menuju kesuksesan. Disebutkan Raja Mengwi dengan pusat ibu kota kerajaan Kawya Pura, adalah Pertisentana Sri Nararya Kreshna Kepakisan dari trah Pangeran Made Asak yang menurunkan I Gusti Agung Maruti, raja Gelgel terakhir selama 26 tahun dari 1651-1677 Masehi. Keturunan beliau ini yang menjadi raja pertama di Mengwi ialah I Gusti Agung Putu yang kemudian bergelar Bima Sakti dan lebih terkenal dengan gelar Cokorda Sakti Blambangan. Kira-kira akhir abad ke-17 Masehi, ketika I Gusti Agung Putu berada dalam asuhan penguasa Marga yaitu I Gusti Bebalang, beliau pernah mengadakan perjalanan suci (ritual) ke arah timur dari Desa Marga menuju Desa Sembung yang akhirnya sampai di Desa Sobangan (Moncos) dan di sana beliau bersemadhi di sebuah pura kecil (Pura Dhalem Puri Puser Jagat – Sobangan) dan memperoleh petunjuk agar beliau datang dan mengadakan yoga semadhi mohon panugrahan di Puncak Gunung Mangu.
Dalam yoga semadhi beliau di Puncak Gunung Mangu beliau memperoleh petunjuk atau wahyu dari Hyang Hyanging Parwatha yaitu :
“Beliau akan mendapatkan kekuasaan atas daerah yang tampak terang bila beliau memandangnya ke arah timur melihat setengah terang dan setengah gelap, ke arah selatan nampak terang hingga ke laut, ke arah barat nampak gelap, hanya di laut nampak terang”. Kemudian beliau kembali dari Puncak Mangu menuju Desa Sobangan dan di pura kecil tempat beliau menerima petunjuk mengadakan persembahyangan, matur piuning serta ngaturang prama suksma kehadapan Ida Bhatara yang bersthana di sana. Kemudian pura kecil itu dinamai Pura Dhalem Puri Puser Jagat sampai sekarang, sebagai palinggih Ida Bhatara Hyang Pasupati,  Dhalem Nusa, Naga Basuki dan lain-lain. Selanjutnya beliau kembali ke Desa Marga, dan sesuai dengan wahyu yang beliau terima di Puncak Gunung Mangu beliau I Gusti Agung Putu mencapai kesuksesan menjadi seorang raja besar dengan gelar Ida I Gusti Agung Made Agung Bima Sakti atau Cokorda Sakti Blambangan, karena beliau menguasai daerah sampai ke Blambangan di Jawa Timur.
Demikian sekilas perjalanan suci Raja Mengwi pertama yang ada kaitannya dengan Pura Dhalem Puri Puser Jagat Sobangan yang pemeliharaan dan aci-acinya dilanjutkan oleh raja-raja Mengwi berikutnya, dengan memerintahkan kepada leluhur si Kompyang Kerebek mengerjakan tanah di sekitar pura tersebut dan merawat serta ngaci Pura Dhalem Puri Puser Jagat Sobangan sebagaimana mestinya.
            Pada tahun 1891 Masehi kerajaan Mengwi jatuh dan dikuasai kerajaan Badung dan pura menjadi terlantar kurang terpelihara dan aci-acinya hanya sekadarnya. Kira-kira pada tahun 1949 Masehi si Kompyang Kerebek ahli waris penerima perintah Raja Mengwi untuk merawat dan ngaci Pura Dhalem Puri Puser Jagat Sobangan. Selanjutnya kepemilikan tanah tersebut diteruskan oleh Si Kompyang Kerug (putra dari Si Kompyang Kerebek). Si Kompyang Kerug mempunyai seorang putri bernama Ni Kompyang Suwarti kemudian kawin dengan I Nyoman Kerta (nyentana). Sedangkan I Nyoman Masi (penandu tanah tersebut), menggarap tanah itu dibantu menantunya asal Desa Ayunan bernama I Made Sekep (nyentana).
            Bermula dari suatu petaka yang dialami oleh seorang petani, keadaan rumah tangga yang berantakan, sakit-sakitan dan beban mental berkepanjangan dari keluarga I Made Sekep di Sobangan, ia menerima pawisik untuk mengatasi permasalahan yang dialaminya, yang bersangkutan diberi petunjuk melakukan yasa kerti di suatu tempat suci di Dusun Selat, Desa Sobangan, Mengwi.
            “Pura Dhalem Puri Puser Jagat” ditunggui oleh roh-roh halus dari para agung (Ksatria) dan pangiring-pangiring yang kebanyakan berasal dari Kecamatan Mengwi. Abiansemal dan kecamatan lainnya di Bali.

Berdasarkan keyakinan dan baktinya I Made Sekep dan keluarga pada tahun 1987 di tempat gundukan di atas tanah garapannya dibangun bangunan suci, palinggih beton cetakan dengan kelengkapan tembok panyengker (batas) dan sehari-harinya (nitya kala) menghaturkan sesaji sesuai dengan kemampuannya. Selanjutnya pada Pebruari tahun 1991 I Made Sekep dan keluarga kembali melaksanakan upacara pecaruan Panca Sata. Pada waktu itu terjadi suatu keanehan, di mana pada saat banten caru telah digelar (kebanjahan), di natar pura, tiba-tiba dari gedong keluar seekor cecak. Kemudian cecak itu turun dan pada kedua kaki depan cecak itu menyentuh tanah, cecak itu berubah menjadi seekor ular belang (hitam putih). Ular itu kemudian mengitari banten sebanyak tiga kali ke arah kanan (murwa daksina) dan sekembalinya ke tempat semula ternyata ular itu lenyap. Kejadian itu disaksikan pula banyak orang yang ikut di dalam penyelenggaraan upacara itu.
Di Desa Pejeng tahun 1995, ada pawuwus di pura tersebut sudah ajeg sewaktu manusia masih mampu melihat Dewa. Di Desa Teges Gianyar, mendapatkan pawuwus di pura tersebut sudah ajeg semasih Bali yang artinya pura tersebut sudah berdiri sangat lama.
            Di Merajan Agung Puri Gelgel, mendapat bawos pada waktu pemerintahan Raja Waturenggong beliau sempat merenovasi Pura Dhalem Puri Puser Jagat Sobangan (sebagai Pura Dhalem Kedewatan). Tanggal 13 April 1997 di Desa Pejeng mendapat bawos antara lain, yang pertama kali napak di palinggih pura wantah Ida Bhatara sane malingga ring Luhur Pucak Gunung Lempuyang dan yang mengadakan renovasi/memperbaiki pura wantah Kompyang Ida Bhatara Cokorda I Gusti Ngurah Agung Shri Kreshna Kepakisan (dua tingkat di atasnya), sane kalinggihang di Gedong majeng kauh kasarengan antuk leluhur-leluhur puri (lanang wadon) sane sampun suci.
            Pawisik yang sama juga diperoleh Mangku Made Sekep sendiri pada hari Minggu Keliwon, sasih Kasa, Watugunung tanggal 17 Juli 2005 pada saat beliau makemit (bersemadhi) di pura berupa suara berasal dari palinggih Padmasana yang mengatakan : Pura Dhalem Puri Puser Jagat dibangun pada waktu Pulau Bali masih dalam keadaan hutan belantara. Pura tersebut pernah dituntun oleh masyarakat Sobangan dan banyak umat dari luar Sobangan yang datang untuk melakukan persembahyangan kesana.

2. TIBU  BERUK
 
            Seperti kita ketahui bahwa pulau Bali sudah dikenal di seluruh dunia .
Pulau indah ini memiliki banyak tempat menarik
dan begitu juga di desa Sobangan. Desa ini terletak di kecamatan Mengwikabupaten Badung atau saat ini dikenal sebagai Mangupura. Di desa Sobangan terdapat sungai dan  di dalamnya ada mata air besar yang mengairi subak Lepud di desa Sobangan yang diberi nama Tibu Beruk. Kenapa tempat ini diberi nama Tibu Beruk? Baik , inilah sekilas tentang sejarah namanya.
Menurut kepercayaan masyarakat desa Sobangan tentang mitos Tibu Beruk itu adalah pada zaman dahulu ada dewa yang mencuri air dari desa Sobangan yang akan dibawa ke Sembung dengan menggunakan Beruk (tempurung kelapa). Tetapi ditengah perjalanan dewa itu dipergoki oleh masyarakat Sobangan dan akhirnya air yang didalam beruk itupun jatuh di Sobangan dan akhirnya sejak saat itu  mata air itu dinamakan Tibu Beruk. Di atas Tibu Beruk itu juga ada pura yang bernama Pura Tirta Sampian. Dan disampingnya dikelilingi oleh sawah-sawah.

3. PANCORAN SOLAS

 
            Pancoran Solas yang berarti “Pancuran sebelas” merupakan tempat terunik di desa Sobangan yang mungkin jarang kita bisa temui ditempat lain. Pancoran Solas terletak di tempat yang cukup curam tetapi kita bisa mengaksesnya dengan jalan setapak yang cukup licin. Pancoran Solas ini sesuai dengan namanya memang berjumlah sebelas dengan jarak antara masing-masing pancoran sekitar satu meter. Air pancoran ini sangat jernih dan bisa langsung diminum. Banyak penduduk sekitar yang juga memanfaatkan airnya untuk mandi. Di samping Pancoran Solas ini ada sebuah pura dan tiap hari Buda Cemeng Ukir, banyak umat terutama warga Sobangan yang menghaturkan sesajen/banten di pura ini. Pancoran ini juga mengandung banyak misteri, sehingga banyak peneliti yang meneliti Pancoran Solas ini.